Mengenal Penyakit Herediter Kelainan Sel Darah Merah Thalasemia
Tuesday, 8 April 2014
Edit
DEFINISI
Talasemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan penyakit keturunan yang diturunkan secara autosomal yang paling banyak dijumpai di Indonesia dan Italia. Enam hingga sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita talasemia berat ialah 25%, 50% menjadi pembawa sifat (carrier) talasemia, dan 25% kemungkinan bebas talasemia. Sebagian besar penderita talasemia ialah bawah umur usia 0 hingga 18 tahun. (Wikipedia)
Thalasemia ialah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah gampang rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami tanda-tanda anemia diantaranya pusing, muka pucat, tubuh sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan jerawat berulang.
Thalasemia terjadi akhir ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh kepingan tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak sanggup terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak bisa lagi menjalankan aktivitasnya secara normal.Thalasemia ialah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akhir dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin.
PENYEBAB
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang dibutuhkan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus mempunyai 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
JENIS – JENIS THALASEMIA
Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena, 2 jenis yang utama yaitu :
1. Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa) Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit gelap (25% minimal membawa 1 gen).
2. Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta) Beta – Thalasemia pada orang di kawasan Mediterania dan Asia Tenggara.
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :
1. Thalasemia Mayor, lantaran sifat sifat gen dominan.
Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya
Penderita thalasemia mayor akan tampak normal ketika lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya tanda-tanda anemia. Selain itu, juga bisa muncul tanda-tanda lain menyerupai jantung berdetak lebih kencang danfacies cooley. Facies cooley ialah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akhir sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin.
Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya sanggup bertahan sekitar 1-8 bulan.
Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
2. Thalasemia Minor
Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal,tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan aneka macam ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada semenjak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya
GEJALA
Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi. Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk yang lebih berat, contohnya beta-thalasemia mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus, borok), kerikil empedu dan pembesaran limpa.
Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah.Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan gampang patah. Anak-anak yang menderita thalasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal.
Karena perembesan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akibatnya bisa menyebabkan gagal jantung.
Oleh lantaran itu, untuk memastikan seseorang mengalami thalasemia atau tidak, dilakukan dengan pemeriksaan darah. Gejala thalasemia sanggup dilihat pada banak usia 3 bulan hingga 18 bulan.Bila tidak dirawat dengan baik, bawah umur penderita thalasemia mayor ini hidup hingga 8 tahun saja
Satu-satunya perawatan dengan tranfusi darah seumur hidup. jikalau tidak diberikan tranfusi darah, penderita akan lemas, kemudian meninggal.
DIAGNOSA
Thalasemia lebih sulit didiagnosis dibandingkan penyakit hemoglobin lainnya.
Hitung jenis darah komplit menunjukkan adanya anemia dan rendahnya MCV (mean corpuscular volume).
Elektroforesa bisa membantu, tetapi tidak pasti, terutama untuk alfa-thalasemia. Karena itu diagnosis biasanya menurut kepada contoh herediter dan investigasi hemoglobin khusus.
PENGOBATAN
Pada thalasemia yang berat dibutuhkan transfusi darah rutin dan pemberian pelengkap asam folat
Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari pelengkap zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), lantaran zat besi yang hiperbola bisa menyebabkan keracunan.
Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.
PENCEGAHAN
Pada keluarga dengan riwayat thalasemia perlu dilakukan penyuluhan genetik untuk memilih resiko mempunyai anak yang menderita thalasemia.
Pengidap thalasemia yang mendapat pengobatan secara baik sanggup menjalankan hidup layaknya orang normal di tengah masyarakat. Sementara zat besi yang menumpuk di dalam tubuh bisa dikeluarkan dengan pertolongan obat, melalui urine.
Penyakit thalasemia sanggup dideteksi semenjak bayi masih di dalam kandungan, jikalau suami atau istri merupakan pembawa sifat (carrier) thalasemia, maka anak mereka memiliki kemungkinan sebesar 25 persen untuk menderita thalasemia.